Kabarpesisirnews.com
SELATPANJANG RIAU, - Menanggapi polemik yang berkembang, Komisi II DPRD Kepulauan Meranti yang membidangi ekonomi dan pembangunan melaksanakan hearing bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas PUPR untuk meminta penjelasan terkait surat edaran larangan penanaman kelapa sawit.
Dalam rapat tersebut, DPRD meminta Dinas terkait untuk melakukan peninjauan kembali terhadap surat edaran tersebut karena pada saat surat edaran keluar belum adanya koordinasi dengan lembaga DPRD.
Dari hasil rapat, DPRD dan dinas terkait sepakat untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dengan mengkaji ulang Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang RTRW, khususnya pasal yang menjelaskan tidak diperbolehkannya kegiatan penanaman komoditi perkebunan kelapa sawit, sehingga dapat direvisi guna kepentingan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti.
Suasana ruang rapat DPRD Kepulauan Meranti, Rabu (7/5/2025) pagi itu terasa berbeda. Sejumlah anggota dewan tampak serius mendengarkan penjelasan dari Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian. Di depan mereka, selembar surat edaran bernomor 800/DKPP-SEKRE/143 menjadi sumber polemik yang kini menghangatkan diskusi di antara pemangku kepentingan dan masyarakat.
Surat edaran itu, yang secara tegas melarang penanaman kelapa sawit di wilayah Kepulauan Meranti, telah menyebar hingga ke pelosok desa.
Tidak sedikit masyarakat yang bertanya-tanya, bahkan merasa resah. Mengapa tiba-tiba sawit, yang baru mulai mereka tanam untuk meningkatkan pendapatan keluarga, justru dilarang?
Atas kegelisahan itu, Komisi II DPRD Kepulauan Meranti bergerak cepat. Mereka mengundang Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas PUPR untuk duduk bersama dalam sebuah hearing. Ketua DPRD Khalid Ali memimpin rapat, didampingi Wakil Ketua Antoni Shidarta. Hadir pula Ketua Komisi II, Syafi’i Hasan, Wakil Ketua Komisi Mulyono, serta anggota lainnya seperti Atan Ismail, Sopandi, Lianita Muharni, Al Amin, dan Suji Hartono.
Di awal rapat, Antoni Shidarta langsung meminta klarifikasi. “Kami perlu mendengar langsung penjelasan terkait surat edaran larangan penanaman sawit ini, karena sudah menjadi polemik di masyarakat,” ucapnya serius.
Kepala Dinas Pertanian pun mulai memaparkan. Bahwa larangan itu berlandaskan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), khususnya pasal 62 ayat 3 huruf c, yang menyebutkan larangan penanaman komoditas kelapa sawit di wilayah Kepulauan Meranti. “Ini untuk menjaga kelestarian ekosistem lahan gambut kita,” katanya.
Namun, bagi anggota dewan, kejanggalan muncul. Mereka mempertanyakan mengapa surat edaran itu dikeluarkan tanpa ada koordinasi terlebih dahulu dengan DPRD.
“Kami merasa tidak dilibatkan. Padahal ini menyangkut hajat hidup masyarakat banyak,” ungkap Syafi’i Hasan.
Diskusi pun memanas. Sebagian anggota dewan menyoroti bagaimana surat edaran ini berpotensi memicu keresahan, terutama bagi petani kecil yang sudah terlanjur menanam sawit.
Sementara sebagian lainnya memahami kekhawatiran pemerintah terkait keberlanjutan lingkungan.
Akhirnya, setelah melewati pembahasan panjang, tercapai sebuah kesepakatan.
DPRD bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Dinas PUPR sepakat untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dengan mengkaji ulang Perda RTRW, khususnya pasal larangan sawit tersebut.
“Revisi perda adalah jalan tengah. Kita ingin melindungi lingkungan, tapi juga tidak boleh mengabaikan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik,” tutur Antoni Shidarta.
Langkah ini membuka harapan baru. Bahwa suara masyarakat tetap didengar, sekaligus pemerintah tetap menjaga komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan.
Di balik polemik larangan sawit, ada ruang dialog yang akhirnya menjadi jembatan antara kepentingan ekologis dan ekonomi."****
SUMBER :
Humas Setwan Kep.Meranti
EDITOR : R.Arifin