KabarPesisirNews.Com
LINGGA RIAU, —
Teguran paling keras tahun ini, Temenggung Seri Maharaja Lingga Tengku Dato Perdana Ir. H. Nazwar, M.M., MBA., Ibni H. Tengku Usman, mengecam keras Pemerintah Kabupaten Lingga yang dinilai benar-benar telah kehilangan rasa hormat terhadap sejarah dan marwah negeri sendiri.
Pada Hari Pahlawan 10 November, ketika bangsa Indonesia menundukkan kepala mengenang pejuang, pusara Sultan Mahmud Riayat Syah — Pahlawan Nasional, panglima besar Melayu, dan raja agung yang membangun marwah Kepulauan Riau — dibiarkan sunyi tanpa upacara resmi pemkab.
Upacara justru dilangsungkan di Dabo Singkep, meninggalkan makam baginda di Daik dalam kesunyian yang menusuk hati.
Tengku Nazwar: “Ini bukan lupa. Ini penghinaan terhadap Sultan, terhadap Melayu, terhadap sejarah!”
Dalam pernyataan kerasnya, Tengku Dato Perdana mengecam perilaku Pemkab Lingga yang dianggap tidak memahami jati diri negeri yang dipimpinnya.
“Saya tegaskan: ini bukan kelalaian biasa. Ini pengkhianatan terhadap sejarah.
Pemkab Lingga seakan ingin meminggirkan marwah Melayu di tanahnya sendiri.”
Ia menyatakan bahwa tindakan pemerintah adalah tamparan keras bagi zuriat dan masyarakat Melayu di seluruh kepulauan.
“Ibu kota Lingga berada di Daik bukan karena Daik maju tapi karena DAIK adalah sejarah pusat pemerintahan Kesultanan riau lingga
Dalam pernyataan yang semakin menajam, Tengku Nazwar mengingatkan pemerintah bahwa Daik Lingga dijadikan ibu kota bukan karena kemajuan, bukan karena gedung megah, bukan karena ekonomi — tetapi karena sejarah Kesultanan Riau–Lingga yang tumbuh dari tanah itu.
“Jangan pemkab lupa diri. Daik itu ibu kota karena marwah sejarah, bukan karena lebih maju dari Singkep. Kalau pemerintah tidak menghargai sejarah Daik, apa lagi yang hendak dibanggakan?”
Menurutnya, jika pemerintah tidak memahami alasan Daik menjadi pusat kabupaten, maka itu bukti nyata bahwa pemimpin hari ini tidak mengerti tanah yang sedang mereka pimpin.
“Orang dari luar datang berziarah. Pemkab sendiri bertindak seolah baginda Sultan tidak pernah ada!”
“Orang dari jauh datang memberi hormat kepada baginda.
Tapi pemkab yang hidup di bumi warisan Sultan justru membiarkan pusara beliau sunyi. Ini memalukan bagi Melayu. Memalukan bagi Lingga.”
“Pemimpin yang lupa sejarah tidak layak memimpin negeri Melayu!”
Tengku Dato Perdana menegaskan bahwa pemerintah yang tidak mampu menghormati pahlawannya berarti juga tidak mampu menghormati rakyatnya.
“Jika makam Sultan saja kalian abaikan, bagaimana kalian bisa menjaga marwah masyarakat Melayu?”
Ia menyebut tindakan pemerintah sebagai bukti kepemimpinan yang kehilangan arah dan kompas sejarah.
Peringatan Keras: “Kembalikan kehormatan kepada makam Sultan atau kehilangan kepercayaan rakyat Melayu!”
Dalam pernyataan penutupnya, Tengku Nazwar menegaskan bahwa zuriat Kesultanan dan masyarakat Melayu tidak akan tinggal diam.
“Jika pemkab masih pura-pura buta, maka masyarakat Melayu sendiri yang akan mengingatkan — bahkan mengguncang siapa pun yang berani menghina sejarah negeri ini."****
LIPUTAN LINGGA : IJAL
EDITOR : REDAKSI