Minggu, 16 Maret 2025

Petani yang Dituduh Mencuri di Kebun Sagu Miliknya Divonis 1,6 Tahun Penjara Melapor Balik ke Polda Riau





Kabarpesisirnews.com
SELATPANJANG RIAU,    - 
Eramzi (58) warga Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau yang divonis 1,6 tahun (1 tahun 6 bulan) penjara karena dituduh mencuri di kebun sagu miliknya, kini melapor balik ke Polda Riau.


Her alias Aguan dilaporkan Eramzi bersama Penasihat Hukumnya, Herman, S.H pada Selasa (4/2/2025) kemarin, dalam dugaan pemalsuan tanda tangan pada Surat Keterangan Ganti Rugi(SKGR) Nomor : 07/PPAT/2000 yang diterbitkan tanggal 29 Februari 2000. SKGR tersebut digunakan sebagai alat bukti di persidangan PN Bengkalis pada tahun 2022 yang lalu.


Menurut keterangan Eramzi didampingi Penasihat Hukumnya, Herman, S.H, berawal pada 07 Juli 2019 lalu, Eramzi menyuruh buruh penebang melakukan pemanenan batang sagu di kebun miliknya seluas sekitar 23 hektar. 


Pada saat melakukan pemanenan batang sagu, Her alias Aguan yang berada di lokasi kebun milik Eramzi menghentikan penebangan batang sagu dengan menyuruh buruh penebang untuk tidak melanjutkan lagi penebangan batang sagu, dengan mengatakan bahwa tanah kebun sagu tersebut adalah miliknya.


Singkat cerita, pada 28 Agustus 2019 Her alias Aguan secara resmi membuat Laporan Polisi Nomor : LP/69/VIII/2019/RES KEP. MERANTI dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan atau percobaan pencurian batang Rumbia (Sagu).


Atas laporan tersebut, akhirnya Eramzi diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Polres Kepulauan Meranti, padahal menurut Eramzi dia tidak pernah melakukan pemalsuan surat, tulis dan baca saja tidak tau apa lagi memalsukan surat.


"Saya dituduh percobaan pencurian batang sagu dikebun milik saya, dan memalsukan surat yang bukan saya yang membuatnya. 


Surat yang dituduh itu yang membuatnya berinisial S dan saat ini statusnya DPO, anehnya sampai sekarang tidak bisa ditangkap oleh pihak kepolisian," ujar Eramzi dalam keterangan resmi 
yang diterima Media Online Kabarprsisirnews.com, Minggu (16/3/2025).


Pada saat diperiksa, Eramzi sempat menanyakan ke oknum penyidik kalau memang Tanah Kebun Sagu itu milik Her alias Aguan minta diperlihatkan suratnya. 


Pada waktu itu oknum penyidik memperlihatkan surat SKGR No. Reg Camat 07/PPAT/2000 tanggal 29 Februari 2000. 


Di SKGR tersebut pihak pertama sebagai penjual adalah Eramzi dan pihak kedua adalah Her alias Aguan sebagai pembeli. Eramzi pun sempat kaget dan langsung meminta copyan surat tersebut kepada oknum penyidik tetapi tidak diberikan. Eramzi juga mengatakan jika dia tidak pernah menjual tanah kebun sagu miliknya kepada Her alias Aguan, dan tentunya sangat kaget ada tandatangannya di SKGR tersebut.


"Ini pemalsuan tanda tangan saya, dan mendengar perkataan saya begitu oleh penyidik sempat memberi waktu cukup lama mediasi dengan Her alias Aguan, dan mediasi sempat terjadi sebanyak 3 kali tetapi gagal karena Her alias Aguan menawarkan ganti rugi dengan harga yang murah, dan gagalnya mediasi akhirnya laporan Her alias Aguan pun terus berlanjut dan saya ditetapkan sebagai tersangka dan divonis majelis hakim 1 tahun 6 bulan penjara pada tahun 2022 yang lalu," ungkapnya.


Menurut Penasihat Hukum Eramzi, Herman, S.H, setelah dipelajari berkas perkaranya dari keterangan Her alias Aguan dan juga keterangan saksi di persidangan, memang tidak ada transaksi jual beli sebidang tanah kebun sagu antara Eramzi dengan Her alias Aguan. 


"Namun anehnya terungkap fakta di persidangan bahwa Her alias Aguan memiliki SKGR No. Reg. Camat 07/PPAT/2000 tanggal 29 Februari 2000, yang mana pihak pertama sebagai penjual atas nama Eramzi, dan pihak kedua sebagai pembeli atas nama Her alias Aguan, dan SKGR tersebut dijadikan oleh Her alias Aguan sebagai alat bukti kepemilikannya pada saat pemeriksaan di Polres Kepulauan Meranti dan di persidangan," ujarnya. 


Harusnya, lanjut Herman, Her alias Aguan diproses hukum sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP karena dia telah menggunakan SKGR tersebut sebagai alat bukti pada saat pemeriksaan di kepolisian dan di persidangan.


"Nah ini yang kita jadi tanda tanya besar, ada apa?.Terkait dengan hal tersebut, akhirnya klien saya meminta untuk didampingi membuat laporan ke Polda Riau beberapa waktu lalu, karena dia merasa ada diskriminasi dalam penanganan perkaranya yang pada waktu itu dia tidak didampingi pengacara pada saat pemeriksaan di kepolisian," ungkapnya.


"Saya berharap laporan klien saya dapat atensi dari Bapak Kapolda Riau yang baru dilantik. Hukum harus ditegakkan, "equality before the law" jadi setiap warga negara sama dihadapan hukum, tidak boleh ada diskriminasi terhadap penanganan perkara meskipun itu untuk orang yang tidak mampu atau susah. Perintah Bapak Kapolri beberapa waktu lalu sudah jelas ke jajarannya responsife tangani perkara, menangani kasus tanpa menunggu viral, "No Viral No Justice," pungkasnya."****




LIPUTAN         :    RED
EDITOR           :    R.ARIFIN

Load comments